Minggu, 01 Desember 2013

Armada Kelas Berjalan, Model Pembelajaran Fleksibel

Kemiskinan bukanlah turunan. Jangan diturunkan ke anak cucu dan jangan pula ditularkan ke para tetangga. Kalimat ini terlontar dari bibir Berry Herlambang. Sosok pria yang aktif menggiatkan kewirausahaan ini tidak sekedar membual. Maraknya pengangguran bagi anak usia remaja di pelosok desa pantai utara Jawa Barat khususnya di Kabupaten Cirebon, Kota Cirebon, Kabupaten Kuningan, menggungah hatinya untuk berbuat lebih konkret dari apa yang diucapkannya.
Pemilik lembaga pendidikan teknik jaya berrindo ini paham betul bahwa kemiskinan dan pengangguran senatiasa berjalan beriringan bila tidak diretas melaui pendidikan. Bagi anak desa-desa yang berada diambang frustasi, pendidikan bagaimana yang pantas diberikan? Tentu saja pendidikan yag membekalkan kecakapan hidup yang lebih konkret dan cepat menghasilkan uang demi menutupi kebutuhan sehari-hari.
Lalu, dalam belitan kemiskinan, bagaiman mingkin anak-anak dan remaja yang putus sekolah itu bisa mengenyam pendidikan? Jangankan untuk biaya sekolah, untuk biaya makan sehari-hari saja., mereka harus kerja serabutan pada perusahaan mebel yang kinipun mulai redup. Bagi anak-anak jalana, anak-anak buruh pasar, dan anak petani penggarap, sekolah adalah barang mahal. Selain itu, tata tertib sekolah yang tidak bersahabat dengan kehidupan mereka malah menjadi sebuah siksaan.
Untuk mengupayakan layana pendidikan bagi mereka Berry tidak kehilangan akal. Terlebih akal. Terlebih setelah mendapatkan dukungan dari Direktorat Pendidikan Kesetaraan Dirjen PLS Depdiknas. Ia merancang sebuah layan pendidikan yang fleksibel. Sebuah truk Isuzu dirakit sebgai ruang kelas berjalan. Tiga hari dalam sepekan, mobil box yang mengangkut perangkat meja-kursi dan computer tersebut mendatangi anak-anak dan remaja di pelosok desa yang tercatat sebagai warga belajar Paket B (setara SMP/MTS).
Desa yag dituju adalah Desa Kaliwungu, Kecamatan Plered, Kecamatan Cirebon dan Desa Suka Maju, Kecamatan Ciawigebang, Kebupaten Kuningan. Sesampai di halaman kantor desa-desa yang berjarak 25 kilometer dari pusat kota Cirebon itu, is box armada diturunkan lalu didirikanlah tenda. Berlangsunglah aktivitas pembelajaran yang tidak formal.
Agar pembelajaran tidak monoton pada pengenalan aksara dan angka, materi dikemas sedekimian ruapa. Sesekali materi dikontekstualkan dengan kehidupan sehari-hari. Selain tutor, ada kalanya pembawa materi pelajaran berasal dari kalangan pedagan kaki lima.
Tukang bubur dan pedagang kelapa muda di sisi jalan kadang-kadang didaulat menjadi pengajar. Pengalaman merintis usaha kecil dan hitungan dagang dicoba dibagikan. Kepada warga belajar. Pejabat bank pun pernah ditampilkan demi membuka wawasan kewirausahaan bagi warga belajar.
Sesekali, anggota TNI dan Polri juga ditampilkan demi untuk menumbuhkan meyakinkan bahwa bekal ijazah non formal pun kelak, peluang untuk menjadi anggota tni/polri tetap terbuka.
Menilik kiprah Berry belakangan ini, layanan pendidikan luar sekolah yang menekankan life skill sebetulnya bukan hanya berupa Paket B. Sejak tahun 2005, selain terhadap 18 warga belajar Paket B yang sudah ikut Ujian Nasional. Di markas udaranya di Kota Cirebon juga berlangsung rutin layanan Paket C (setara Sma/Ma) terhadap sekitar 30 remaja.
Muatan kewirausahaan pada Paket C dipertajam. Sebelum lulus, warga belajar dipersyaratkan berinteraksi dengan dunia usaha dan masyarakat. Dalam inteaksi itulah, warga belajar menggali potensi pasar sekaligus mengenal karakter masyarakat.
Bekerjasama dengan sebuah perusahaan sepeda motor, pengelola bengkel milik Berry antara lain mengarahkan warga Paket C untuk mahir mereparasi sepeda motor. Dengan layanan jemput bola “door to door”, dimungkinkan pula warga belajar menjadi pedagang sepeda motor. Lama-lama, waraga belajar akhirnya apaham seluk beluk pengurusan surat-surat kendaraan.
Alhasil, daripada menjadi pegawai di perusahaan orang lain, para warga belajar itu terarahkan untuk bekerja mandiri: sebagai montir keliling, pedagang sepeda motor keliling, dan biro jasa keliling. Inilah salah satu model pembelajaran fleksibel untuk pengentasan kemiskinan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar