Setiap hari, warga
masyarakat yang berasal dari berbagai latar belakang sosial, ekonomi,
dan pendidikan berkumpul dirumah Ny. Hadi Suparto yang terletak di
Kepatihan Kulon, Jebres, Surakarta, Jawa Tengah. Maklum, dirumah yang
akrab dengan kajian-kajian keagamaan itu terdapat Pusat Kegiatan
Beljar Masyarakat (PKBM).
Macam-macam
aktivitas warga mulai belajar menjahit, membordir, mendesaign mode,
smpai merangkai bunga. Mereka juga membuat hantaran pengantin, tata
rias pengantin, catering, dan sablon.
Dirumah itu pula,
puluhan siswa dari luar kota menumpang mondok untuk memperdalam
kajian islam dan meraih kecakapan hidup lewat Pendidikan Kesetaraan.
Tak heran jika ada orang yang menyebut tempat itu secara beda. Ada
yang menyebut sekolahan, tempat kursus, pabrik, da nada pula yang
menyebut kos-kosan. “ Siswa yang belajar menjahit saja lebih dari
50 orang. Di antara mereka, ada yang belum pernah saama sekali
mengenyam bangku sekolah, siswa sekolah yang drop out sekolah,
sarjana, dan bahkan tidak sedikit yang lulusan S2.” Ujar dia
Keragaman latar
belakang, menunjukkan beragam pula motivasi mendalami sejumlah
keterapilan rumah tangga itu. Ada yang sekedar mengisi waktu menunggu
anaknya sekolah TK, ada pula yang snagat menggantugkan masa depan
dari ilmu yang diperolehnya.
Sejak suaminya
meninggal pada 1978, ibu enam putra yang semula bekerja di Rumah
Sakit (Rs) itu berfikir mencari pekerjaan lain agar bisa menghidupi
keluarganya. Berbekal ketrampilan menjahit yang dikuasainya, dia
keluar dari perawat RS, dan memilih membuka usaha jahitan.
Keterampilan rumah tangga yang dianggap sebagian orang remeh,
ternyata kalau ditekuni membuakan haisl yang lumayan. Buktinya,
sebagaian besar lulusan PKBM itu bisa mencukupi kebutuhann dapur
dengan membuka usaha jahit, merangkai bunga, catering, dan border.
Simak pengakuan
Ning (27), sarjana akuntansi dari sebuah perguruan tinggi di
Semarang. “Sembari menunggu pengumuman ujian seleksi calon Pegawai
Negeri Sipil (PNS), taka ada salahnya mengikuti kursus menjahit. Uang
tak akan jatuh dari langit.” Ujar salah satu siswa kursus menjahit,
menceritakan motivasinya.
Setelah lulus
beberapa tahun lalu, sudah berpuluh lamaran dikirimnya ke berbagai
instansi. Tapi harapan tinggal harapan, surat panggilan tak kunjung
diterima. Sembari menunggu pengumuman, dia belajar keterangan di
PKBM yang dikelola Ny Hadi Suparto. Bila tidak diterima CPNS tahun
ini, Ning akan membuka usaha jahitan sendiri.
Tak jauh beda
dengan Ning, Suryono Arif Wijaya ST. setelah lulus sebagai Sarjana
Teknik Mesin, dia tak mencari pekerjaan kantoran, tapi aktif di Pusat
Informasi dan Jaringan Pemasaran (Pijarmas) Nur Arief, sebuah lembaga
pemasaran yang menjual barang-barang produksi rakyat se-eks
karesidenan Surakarta.
Lembaga itu
dibimbing Dinas Pendidikan Kabupaten Sukoharjo dan Dinas P Dan K
Jateng. Menempati sebuah kios di JL Papangan, sidomulyo, makamhaji,
kartasura, Pijarmas Nur Arief, kelompok Belajar Usaha (KBU) , dan
Kelompok Belajar Masyarakat. “Disini masyarakat bisa mendapatkan
alat peraga edukatif, mainan kayu, batik tulis, konveksi pakaian,
aneka makanan oleh-oleh , dan barang-barang kebutuhanrumah tangga,
dengan harga yang lebih murah dibanding harga toko,” papar dia.
Di jateng terdapat
1.490 orang yang tergabung dalam kelompok belajar usaha, dan 11.120
orang ikut dalam Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM). Di luar
itu, masih ada 12.512 orang mengikuti kursus pendidikan luar sekolah
lainnya. “sampai akhir 2004, sebanyak 3.621.341 penduduk Jateng
masih buta huruf. Terbanyak menimpa kelompok masyarakat berusia 45
tahun ke atas, yakni sebesar 2.875.294 orang. Disusul kelompok usia
10-44 tahun, yang mencapai, yang mencapai 746.047,” ungkapnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar