Minggu, 01 Desember 2013

Mandirikan Anak Lewat PKBM

Belajar seharusnya menjadi kegiatan yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia. Di dalam kehidupannya, setiap momen baru bagi manusia adalah belajar. Namun, ketika sistem persekolahan mulai diperkenalkan , pengertian belajar yang sesungguhnya itu seolah-seolah menjadi kegiatan yang terpisah dari kehidupan manusia. Untuk memperoleh legalitas bahwa dirinya sudah belajar, orang terpaksa harus belajar disebuah lembaga pendidikan atau sekolah. Bagi orang kebanyakan, sekolah telah dianggap merampas haknya untuk belajar. Sebagian agi ada yang terkejut, tatkala menyadari bahwa lembaga pendidikan yang tadinya dikira mapan, ternyata juga terguncang olehpesatnya kemajuan atau perubahan yang terjadi di luar. Dihadapkan pada kenyataan ini, mungkin disinilah pendidikan luar sekolah memperoleh legitimasi yang cukup kuat.
Keinginan untuk mewujudkan suatu pendidikan universal melalui sekolah tidak mudah dilakukan. Akan lebih gampang jika pendidikan universal ini dilakukan melalui lembaga alternative dengan menjiplak gaya persekolahan. Paling tidak, usaha seperti itulah yang kemudian dilakukan oleh departemen pendidikan national (depdiknas) sjak tahun 1998 melalui apa yang mereka namakan pusat kegiatan belajar masyarakat (pkbm).
Pkbm lahir dari satu kesadaran bahwa lembaga persekolahan telah membuat banyak orang yang kurang beruntung secara ekonomi menjadi tidak mampu membedakan proses dari substansi. Seperti dikatakan ivan illich dalam deschooling society (1971), ketika proses dan substansi ini dicampurbaurkan muncul logika baru bahwa semakin banyak pengajaran membuat hasil lebih baik. Dengan kata lain, penambahan materi pengetahuan bissa menjamin kesuksesan. Akibat lebih lanjut, siswa telah mempersepsikan sama antara pengajaran dengan kegiatan belajar.
Meski tidak secara persis berangkat dari adanya keinginan untuk mengembalikan proses belajar kepada kehidupan masyarakat, usaha PKBM yang dilahirkan Direktorat jenderal pendidikan luar sekolah dan pemuda (PLSP) Departemen Pendidikan Nasional itu patut dihargai. Paling tidak PKBM Dimaksudkan menjadi pusat kegiatan belajar yang didirikan oleh masyarakat untuk memberikan pengajaran dan melatih kemandirian anggotanya.
Ide pendirian PKBM pertama kali dicetuskan pada pertegahan tahun 1998 sebuah program pelayanan pendidikan luar sekolah yang dirancang berbasis pada masyarakat. Secara kelembagaan pada tahun 1998 itu juga PKBM mulai didirikan.
Selain keterpurukan ekonomi yang melanda Indonesia, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat cepat juga mendorong lahirnya PKBM. Pesatnya perkembangan itu diakui telah membuat apa yang dipelajari di sekolah sebelumnya selalu ketingalan. Kondisi seperti ini yang kemudian mendorong peran PLSP tidak hanya sekedar berupaya menghapuskan angka buta huruf, tetapi juga bagaimana memberikan bekal bagi pemberdayaan masyarakat melalui pelatihan.
Bagi kelompok masyarakat marginal, apa yang diberikan oleh institusi pendidikan formal kerap dirasakan tidak relevan. Bahkan, materinya dianggap usag karena sudah ketinggalan zaman. Dalam kasus ini, resep klasik yag mengatakan bahwa kalau mau berhail maka belajarlah pada lembaga pendidikan terkenal sudah tidak bisa dipakai lagi.
Sekarang tersedia demikian besar dan banyak tempat belajar untuk menyerap pengetahua dengan caranya sendiri. Bahkan, cara ini bisa sangat berbeda dengan institusi pendidikan formal di Indonesia pada umumnya. Kecenderungan, inrnasional saat ini tampak bahwa institusi pendidikan formal telah kehilangan monopoli sebagai pengantara ilmu dan pendidikan. Apalagi guru, merekapraktis sudah kehilangan legitimasinya sebagai penyampai pengetahuan dan menjadi sumber yang katanya harus digugu dan ditiru.
Ditengah situasi yang demikian, PKBM dapat menjadi pusat bagi seluruh kegiatan beajra masyarakat dalam rangka peningkatan pengetahuan, keterampilan/keahlian, hobi atau bakatnya yang dikelola/diselenggarakan sendiri oleh masyarakat. Kemandirian masyarakat baik sekedar untuk memenuhi kebutuhan hidupnya maupun untuk peningkatan taraf hidup yang lebih baik itulah sasaran yang ingin dicapai. Selain itu, tentu saja ada kaitannya dengan pelaksanaan otonomi daerah.
PKBM diharapkan dapat menjadi tempat pembelajaran masyarakat sesuai denga potensi daerah untuk menggerakkan pembanguan dibidang social, ekonomi, dan budaya. PKBM juga diharapkan dapat berfungsi sebagai sumber informasi yang andal bagi masyarakat yang emmbutuhkan keterampilan fungsional. Selain itu, PKBM diharapkan pula berfungsi sebagai tempat tukar menukar berbagai pengetahuan dan keterampilan fungsional diantara warga masyarakat.
PKBM diprioritaskan untuk melayani masyarakat yang tidak tertampung dalam sstem persekolaha formal dan sekolah terbuka. Saat ini, masih terdapat 5,2 juta orang usia 10-44 tahun masih buta huruf. Kalau ditambahkan denga anak yang putus sekolah tahun 2000, maka akan mencapa sekitar enam juta. Jadi, masih ada enam juta anak Indonesia yang belum terpenuhi hak asasinya untuk mendapatkan pendidikan dasar melalui persekolahan formal dan sekolah terbuka.
Saat ini, diseluruh Indonesia terdapat sekitar 1.600 PKBM yang diprakarsai dan dikelola oleh berbagai kelompok masyarakat. Ada yang dikelola perorangan, perusahaan, lembaga Kursus, pesantren, LSM maupun masyarakat lainnya. Kegiatan PKBM merupakan usaha nyata dari masyarakat untuk membantu pemberantasan buta huruf, program kelompok belajar (kejar) paket a (setara Sd/mi) dan kejar paket B (setara smp/mts) yang dilakukan PKBM, misalnya sangat membantu program penyuksesan wajib belajar sembilan tahun.
Satu hal yang dilupakan aparat pelaksana pkbm adalah meskipun mereka menyadari adanya keragaman dan kekhasan daerah masing-masing, masih terlihat adanya penekanan pada pembentukan struktur organisasi. Pelaksanaan pkbm belum benar-benar memainkan peranan sebagai fasilitator yang melakukan empowerment terhadap masyarakat di daerah.
Dalam proses belajar usaha kemandirian, pkbm-lah yang mempunyai modal dan alat-alat produksi. Peserta di pkbm, setelah selesai belajar masyarakat didalamnya tetap tidak memiliki alat produksi kecuali tenaga dan kemampuan/keahliannya. Artinya, mereka hanya bisa hidup dari penjualan “jasanya”. Tetapi paling tidak, tenaga yang yang dijual itu sudah memiliki keahlian.
Secara teknis, pengurus pkbm masih ada yang diduduki aparat pejabat setempat. Pelaksananya pun masih dinilai berdasarkan jumlah dan prestasi pejabat melahirkan PKBM dan bukan dari keberhasilan masyarakat untuk mandiri. Namun, sekecil apapun usaha untuk pemberdayaan masyarakat, pasti akan membekas. Tetu saja asal tetap sama-sama memahami bahwa semua orang itu guru sekaligus murid dalam sekolah alam raya yang maha luas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar